Minggu, 29 April 2012
Be careful If you see these teen. These teen are very
interesting and proud when you make friends with him. Don't just look at
it, go follow him tumblr and twitter @jokopangesttu. And see, how you
can feel proud and happy to be friends with him. Part of Adams |
Struggle | The Fad Project | Red And Black Family | 愛しています B.M.E.S
Jumat, 27 April 2012
Rabu, 25 April 2012
UEFA Champions League
Liga Champions UEFA (bahasa Inggris: UEFA Champions League) adalah kejuaraan antarklub sepak bola tahunan antara klub-klub sepak bola tersukses di Eropa, dan sering dianggap sebagai trofi tingkat klub yang paling prestisius di Eropa.
Sejarah
Kejuaraan ini pertama kali dicetuskan oleh salah satu majalah olah raga Perancis. Trofi berbentuk piala yang dijuluki "The Big Ears" (Telinga Besar),dan trofi pertama berbeda dengan yang sekarang diperebutkan (dibuat oleh Stadellman). Piala yang diperebutkan sekarang adalah edisi ke-6. Pada awalnya kejuaraan memperebutkan piala bernama Piala Juara Klub Eropa atau European Champion Clubs' Cup, yang biasanya disingkat menjadi Piala Eropa (European Cup, dan berbeda dari Piala Eropa seperti yang dikenal di Indonesia sekarang ini yang merujuk kepada European Championship). Kejuaraan ini dimulai pada musim 1955/56 dengan menggunakan sistem gugur dua leg, yaitu setiap tim bermain dua pertandingan, satu tandang dan satu di kandang, dan tim dengan skor rata-rata tertinggi maju ke babak berikutnya. Hanya tim-tim juara liga di masing-masing negara, ditambah dengan pemegang juara pada saat itu, yang berhak ikut ajang kompetisi ini.
Format baru
Format dan namanya kemudian diganti pada musim 1992/93. Mulai saat itu, kejuaraan mempunyai tiga babak kualifikasi, satu babak kompetisi grup (tim-tim bermain dalam bentuk "tandang-kandang" seperti kompetisi reguler), dan kemudian empat babak final dengan sistem gugur. Semua babak kualifikasi dan pertandingan dengan sistem gugur dilangsungkan dengan dua leg, kecuali pertandingan final yang merupakan pertandingan tunggal yang diselenggarakan di sebuah tempat yang telah ditentukan oleh UEFA.
[sunting] Pemegang gelar juara terbanyak
Real Madrid telah menjuarai kompetisi ini sembilan kali dan menjadi yang terbanyak di seluruh Eropa. Tim-tim yang paling sukses berikutnya adalah AC Milan (7 kali juara), Liverpool FC (5 kali juara), FC Bayern München, AFC Ajax dan FC Barcelona (4 kali juara), Manchester United dan Internazionale Milan (3 kali juara).
Serba-serbi Champions League
Musik yang mengiringi awal setiap siaran televisi kejuaraan ini digubah oleh Tony Britten, berdasarkan lagu gubahan George Frideric Handel yang berjudul Zadok the Priest, dan dibawakan oleh Chorus of the Academy of St. Martin in the Fields dan Royal Philharmonic Orchestra.
Khusus bagi tim yang pernah juara Liga Champions minimal 5 kali tidak berturut-turut atau 3 kali berturut-turut, di lengan baju kiri akan terdapat logo Liga Champions dan tertulis jumlah piala yang dikoleksi. Seperi Ajax misalnya, karena juara pada tahun 1971, 1972 dan 1973 di lengan baju kiri terdapat logo Liga Champions disertai dengan jumlah piala yang didapat.
Tim yang mengenakan logo Champion di lengan yaitu: Real Madrid (juara 9 kali), AC Milan (juara 7 kali), Liverpool (juara 5 kali), Bayer Muenchen (juara 74, 75 dan 76) Ajax (juara 71, 72, dan 73) dan F.C Barcelona (juara 92,06,09,dan 2011)
Dalam 19 musim terakhir, hanya ada satu tim yang berhasil mempertahankan gelar juara Liga Champions (saat itu format dan namanya masih Piala Champions) selama dua musim berturut-turut, yaitu AC Milan yang kala itu masih berpredikat The Dream Team. Namun, setelah diubah formatnya menjadi Liga Champion, belum ada satu timpun yang berhasil mempertahankan gelar juaranya. Milan dan Juventus adalah tim dalam 15 musim terakhir yang berhasil meraih final secara 3 kali berturut-turut. Milan (1993, 1994 (Juara), dan 1995) dan Juventus(1996(Juara), 1997, dan 1998).
Pada akhir musim 2004/05 terjadi masalah. Liverpool yang juara Liga Champions pada musim itu berhak lolos langsung ke babak penyisihan musim depan, namun Liverpool di liga domestik ada di peringkat lima. Everton yang merupakan peringkat 4 mengajukan protes, sehingga Liverpool dan Everton tetap ikut Liga Champions musim depan (Everton lewat kualifikasi) dan Inggris pun punya lima tim ke Liga Champions (terbanyak dalam satu negara).
Kualifikasi
Kualifikasi untuk Liga Champions ditentukan oleh posisi tim-tim di liga domestik dan melalui sistem kuota; negara-negara yang mempunyai liga domestik yang lebih kuat diberikan lebih banyak tempat. Klub yang bermain di liga domestik yang lebih kuat juga mulai ikut pada babak yang lebih akhir. Misalnya, tiga liga terkuat, menurut peringkat UEFA, akan melihat juara dan runner-upnya langsung masuk ke babak fase grup, dan peringkat ketiga dan keempat masuk pada babak kualifikasi ketiga. Ada pengecualian pada peraturan ini; juara bertahan Liga Champions lolos secara otomatis ke babak grup tanpa tergantung posisi akhirnya di liga domestik. Dalam perputaran kompetisi liga Champion klub-klub bertarung sengit untuk menempati posisi teratas sehingga layak ikut serta kejuaraan ini.
Final
Musim Pemenang Skor Juara kedua Tempat pertandingan final
1955–56 Real Madrid 4–3 Stade de Reims Stadion Parc des Princes, Paris
1956–57 Real Madrid 2–0 Fiorentina Stadion Santiago Bernabéu, Madrid
1957–58 Real Madrid 3–2 A.C. Milan Stadion Heysel, Brussel
1958–59 Real Madrid 2–0 Stade de Reims Stadion Neckarstadion, Stuttgart
1959–60 Real Madrid 7–3 Eintracht Frankfurt Stadion Hampden Park, Glasgow
1960–61 Benfica 3–2 Barcelona Stadion Wankdorf, Bern
1961–62 Benfica 5–3 Real Madrid Stadion Olimpiade, Amsterdam
1962–63 A.C Milan 2–1 Benfica Stadion Wembley, London
1963–64 Internazionale 3–1 Real Madrid Stadion Prater, Wina
1964–65 Internazionale 1–0 Benfica Stadion San Siro, Milan
1965–66 Real Madrid 2–1 Partizan Stadion Heysel, Brussel
1966–67 Glasgow Celtic 2–1 Internazionale Stadion Nasional, Lisboa
1967–68 Manchester United 4–1 Benfica Stadion Wembley, London
1968–69 A.C. Milan 4–1 Ajax Stadion Santiago Bernabéu, Madrid
1969–70 Feyenoord 2–1 Glasgow Celtic Stadion San Siro, Milan
1970–71 Ajax 2–0 Panathinaikos Stadion Wembley, London
1971–72 Ajax 2–0 Internazionale Stadion De Kuip, Rotterdam
1972–73 Ajax 1–0 Juventus Stadion Red Star, Beograd
1973–74 Bayern München 1–1 Atlético Madrid Stadion Heysel, Brussel
Ulangan Bayern München 4–0 Atlético Madrid Stadion Heysel, Brussel
1974–75 Bayern München 2–0 Leeds United Stadion Parc des Princes, Paris
1975–76 Bayern München 1–0 Saint-Étienne Stadion Hampden Park, Glasgow
1976–77 Liverpool 3–1 Borussia Mönchengladbach Stadion Olimpiade, Roma
1977–78 Liverpool 1–0 Club Brugge Stadion Wembley, London
1978–79 Nottingham Forest 1–0 Malmö FF Stadion Olimpiade, München
1979–80 Nottingham Forest 1–0 Hamburg Stadion Santiago Bernabéu, Madrid
1980–81 Liverpool 1–0 Real Madrid Stadion Parc des Princes, Paris
1981–82 Aston Villa 1–0 Bayern München Stadion De Kuip, Rotterdam
1982–83 Hamburg 1–0 Juventus Stadion Olimpiade, Athena
1983–84 Liverpool 1–1* Roma Stadion Olimpiade, Roma
1984–85 Juventus 1–0 Liverpool Stadion Heysel, Brussel
1985–86 Steaua Bucureşti 0–0* Barcelona Stadion Ramón Sánchez Pizjuán, Sevilla
1986–87 Porto 2–1 Bayern München Stadion Prater, Wina
1987–88 PSV Eindhoven 0–0* Benfica Stadion Neckarstadion, Stuttgart
1988–89 A.C. Milan 4–0 Steaua Bucureşti Stadion Camp Nou, Barcelona
1989–90 A.C. Milan 1–0 Benfica Stadion Prater, Wina
1990–91 Red Star Belgrade 0–0* Marseille Stadion San Nicola, Bari
1991–92 Barcelona 1–0 Sampdoria Stadion Wembley, London
1992–93 Marseille 1–0 A.C. Milan Stadion Olimpiade, München
1993–94 A.C. Milan 4–0 Barcelona Stadion Olimpiade, Athena
1994–95 Ajax 1–0 A.C. Milan Stadion Ernst Happel, Wina
1995–96 Juventus 1–1* Ajax Stadion Olimpiade, Roma
1996–97 Borussia Dortmund 3–1 Juventus Stadion Olimpiade, München
1997–98 Real Madrid 1–0 Juventus Stadion Amsterdam ArenA, Amsterdam
1998–99 Manchester United 2–1 Bayern München Stadion Camp Nou, Barcelona
1999–2000 Real Madrid 3–0 Valencia Stadion Stade de France, Saint-Denis
2000–01 Bayern München 1–1* Valencia Stadion San Siro, Milan
2001–02 Real Madrid 2–1 Bayer Leverkusen Stadion Hampden Park, Glasgow
2002–03 A.C. Milan 0–0* Juventus Stadion Old Trafford, Manchester
2003–04 Porto 3–0 Monaco Stadion Arena AufSchalke, Gelsenkirchen
2004–05 Liverpool 3–3* A.C. Milan Stadion Olimpiade Atatürk, Istanbul
2005–06 Barcelona 2–1 Arsenal Stadion Stade de France, Saint-Denis
2006–07 A.C. Milan 2–1 Liverpool Stadion Olimpiade, Athena
2007–08 Manchester United 1–1* Chelsea Stadion Luzhniki, Moskwa
2008–09 Barcelona 2–0 Manchester United Stadion Olimpiade, Roma
2009–10 Internazionale 2–0 Bayern München Stadion Santiago Bernabéu, Madrid
2010–11 Barcelona 3–1 Manchester United Stadion Wembley, London
2011-12 Bayern Munchen 1-1* Chelsea Stadion Allianz Arena, Munchen
Catatan
* Liverpool menang 4–2 pada adu penalti.
* Steaua Bucureşti menang 2–0 pada adu penalti.
* PSV Eindhoven menang 6–5 pada adu penalti.
* Red Star Belgrade menang 5–3 pada adu penalti.
* Juventus menang 4–2 pada adu penalti.
* Bayern München menang 5–4 pada adu penalti.
* A.C. Milan menang 3–2 pada adu penalti.
* Liverpool menang 3–2 pada adu penalti.
* Manchester United menang 6–5 pada adu penalti.
* Chelsea menang 4–3 pada adu penalti
Distribusi Juara Berdasarkan Negara
Spanyol (13 gelar juara)
Italia (12 gelar juara)
Inggris (12 gelar juara)
Jerman (6 gelar juara)
Belanda (6 gelar juara)
Portugal (4 gelar juara)
Perancis (1 gelar juara)
Rumania (1 gelar juara)
Yugoslavia (1 gelar juara)
Skotlandia (1 gelar juara)
Sejarah
Kejuaraan ini pertama kali dicetuskan oleh salah satu majalah olah raga Perancis. Trofi berbentuk piala yang dijuluki "The Big Ears" (Telinga Besar),dan trofi pertama berbeda dengan yang sekarang diperebutkan (dibuat oleh Stadellman). Piala yang diperebutkan sekarang adalah edisi ke-6. Pada awalnya kejuaraan memperebutkan piala bernama Piala Juara Klub Eropa atau European Champion Clubs' Cup, yang biasanya disingkat menjadi Piala Eropa (European Cup, dan berbeda dari Piala Eropa seperti yang dikenal di Indonesia sekarang ini yang merujuk kepada European Championship). Kejuaraan ini dimulai pada musim 1955/56 dengan menggunakan sistem gugur dua leg, yaitu setiap tim bermain dua pertandingan, satu tandang dan satu di kandang, dan tim dengan skor rata-rata tertinggi maju ke babak berikutnya. Hanya tim-tim juara liga di masing-masing negara, ditambah dengan pemegang juara pada saat itu, yang berhak ikut ajang kompetisi ini.
Format baru
Format dan namanya kemudian diganti pada musim 1992/93. Mulai saat itu, kejuaraan mempunyai tiga babak kualifikasi, satu babak kompetisi grup (tim-tim bermain dalam bentuk "tandang-kandang" seperti kompetisi reguler), dan kemudian empat babak final dengan sistem gugur. Semua babak kualifikasi dan pertandingan dengan sistem gugur dilangsungkan dengan dua leg, kecuali pertandingan final yang merupakan pertandingan tunggal yang diselenggarakan di sebuah tempat yang telah ditentukan oleh UEFA.
[sunting] Pemegang gelar juara terbanyak
Real Madrid telah menjuarai kompetisi ini sembilan kali dan menjadi yang terbanyak di seluruh Eropa. Tim-tim yang paling sukses berikutnya adalah AC Milan (7 kali juara), Liverpool FC (5 kali juara), FC Bayern München, AFC Ajax dan FC Barcelona (4 kali juara), Manchester United dan Internazionale Milan (3 kali juara).
Serba-serbi Champions League
Musik yang mengiringi awal setiap siaran televisi kejuaraan ini digubah oleh Tony Britten, berdasarkan lagu gubahan George Frideric Handel yang berjudul Zadok the Priest, dan dibawakan oleh Chorus of the Academy of St. Martin in the Fields dan Royal Philharmonic Orchestra.
Khusus bagi tim yang pernah juara Liga Champions minimal 5 kali tidak berturut-turut atau 3 kali berturut-turut, di lengan baju kiri akan terdapat logo Liga Champions dan tertulis jumlah piala yang dikoleksi. Seperi Ajax misalnya, karena juara pada tahun 1971, 1972 dan 1973 di lengan baju kiri terdapat logo Liga Champions disertai dengan jumlah piala yang didapat.
Tim yang mengenakan logo Champion di lengan yaitu: Real Madrid (juara 9 kali), AC Milan (juara 7 kali), Liverpool (juara 5 kali), Bayer Muenchen (juara 74, 75 dan 76) Ajax (juara 71, 72, dan 73) dan F.C Barcelona (juara 92,06,09,dan 2011)
Dalam 19 musim terakhir, hanya ada satu tim yang berhasil mempertahankan gelar juara Liga Champions (saat itu format dan namanya masih Piala Champions) selama dua musim berturut-turut, yaitu AC Milan yang kala itu masih berpredikat The Dream Team. Namun, setelah diubah formatnya menjadi Liga Champion, belum ada satu timpun yang berhasil mempertahankan gelar juaranya. Milan dan Juventus adalah tim dalam 15 musim terakhir yang berhasil meraih final secara 3 kali berturut-turut. Milan (1993, 1994 (Juara), dan 1995) dan Juventus(1996(Juara), 1997, dan 1998).
Pada akhir musim 2004/05 terjadi masalah. Liverpool yang juara Liga Champions pada musim itu berhak lolos langsung ke babak penyisihan musim depan, namun Liverpool di liga domestik ada di peringkat lima. Everton yang merupakan peringkat 4 mengajukan protes, sehingga Liverpool dan Everton tetap ikut Liga Champions musim depan (Everton lewat kualifikasi) dan Inggris pun punya lima tim ke Liga Champions (terbanyak dalam satu negara).
Kualifikasi
Kualifikasi untuk Liga Champions ditentukan oleh posisi tim-tim di liga domestik dan melalui sistem kuota; negara-negara yang mempunyai liga domestik yang lebih kuat diberikan lebih banyak tempat. Klub yang bermain di liga domestik yang lebih kuat juga mulai ikut pada babak yang lebih akhir. Misalnya, tiga liga terkuat, menurut peringkat UEFA, akan melihat juara dan runner-upnya langsung masuk ke babak fase grup, dan peringkat ketiga dan keempat masuk pada babak kualifikasi ketiga. Ada pengecualian pada peraturan ini; juara bertahan Liga Champions lolos secara otomatis ke babak grup tanpa tergantung posisi akhirnya di liga domestik. Dalam perputaran kompetisi liga Champion klub-klub bertarung sengit untuk menempati posisi teratas sehingga layak ikut serta kejuaraan ini.
Final
Musim Pemenang Skor Juara kedua Tempat pertandingan final
1955–56 Real Madrid 4–3 Stade de Reims Stadion Parc des Princes, Paris
1956–57 Real Madrid 2–0 Fiorentina Stadion Santiago Bernabéu, Madrid
1957–58 Real Madrid 3–2 A.C. Milan Stadion Heysel, Brussel
1958–59 Real Madrid 2–0 Stade de Reims Stadion Neckarstadion, Stuttgart
1959–60 Real Madrid 7–3 Eintracht Frankfurt Stadion Hampden Park, Glasgow
1960–61 Benfica 3–2 Barcelona Stadion Wankdorf, Bern
1961–62 Benfica 5–3 Real Madrid Stadion Olimpiade, Amsterdam
1962–63 A.C Milan 2–1 Benfica Stadion Wembley, London
1963–64 Internazionale 3–1 Real Madrid Stadion Prater, Wina
1964–65 Internazionale 1–0 Benfica Stadion San Siro, Milan
1965–66 Real Madrid 2–1 Partizan Stadion Heysel, Brussel
1966–67 Glasgow Celtic 2–1 Internazionale Stadion Nasional, Lisboa
1967–68 Manchester United 4–1 Benfica Stadion Wembley, London
1968–69 A.C. Milan 4–1 Ajax Stadion Santiago Bernabéu, Madrid
1969–70 Feyenoord 2–1 Glasgow Celtic Stadion San Siro, Milan
1970–71 Ajax 2–0 Panathinaikos Stadion Wembley, London
1971–72 Ajax 2–0 Internazionale Stadion De Kuip, Rotterdam
1972–73 Ajax 1–0 Juventus Stadion Red Star, Beograd
1973–74 Bayern München 1–1 Atlético Madrid Stadion Heysel, Brussel
Ulangan Bayern München 4–0 Atlético Madrid Stadion Heysel, Brussel
1974–75 Bayern München 2–0 Leeds United Stadion Parc des Princes, Paris
1975–76 Bayern München 1–0 Saint-Étienne Stadion Hampden Park, Glasgow
1976–77 Liverpool 3–1 Borussia Mönchengladbach Stadion Olimpiade, Roma
1977–78 Liverpool 1–0 Club Brugge Stadion Wembley, London
1978–79 Nottingham Forest 1–0 Malmö FF Stadion Olimpiade, München
1979–80 Nottingham Forest 1–0 Hamburg Stadion Santiago Bernabéu, Madrid
1980–81 Liverpool 1–0 Real Madrid Stadion Parc des Princes, Paris
1981–82 Aston Villa 1–0 Bayern München Stadion De Kuip, Rotterdam
1982–83 Hamburg 1–0 Juventus Stadion Olimpiade, Athena
1983–84 Liverpool 1–1* Roma Stadion Olimpiade, Roma
1984–85 Juventus 1–0 Liverpool Stadion Heysel, Brussel
1985–86 Steaua Bucureşti 0–0* Barcelona Stadion Ramón Sánchez Pizjuán, Sevilla
1986–87 Porto 2–1 Bayern München Stadion Prater, Wina
1987–88 PSV Eindhoven 0–0* Benfica Stadion Neckarstadion, Stuttgart
1988–89 A.C. Milan 4–0 Steaua Bucureşti Stadion Camp Nou, Barcelona
1989–90 A.C. Milan 1–0 Benfica Stadion Prater, Wina
1990–91 Red Star Belgrade 0–0* Marseille Stadion San Nicola, Bari
1991–92 Barcelona 1–0 Sampdoria Stadion Wembley, London
1992–93 Marseille 1–0 A.C. Milan Stadion Olimpiade, München
1993–94 A.C. Milan 4–0 Barcelona Stadion Olimpiade, Athena
1994–95 Ajax 1–0 A.C. Milan Stadion Ernst Happel, Wina
1995–96 Juventus 1–1* Ajax Stadion Olimpiade, Roma
1996–97 Borussia Dortmund 3–1 Juventus Stadion Olimpiade, München
1997–98 Real Madrid 1–0 Juventus Stadion Amsterdam ArenA, Amsterdam
1998–99 Manchester United 2–1 Bayern München Stadion Camp Nou, Barcelona
1999–2000 Real Madrid 3–0 Valencia Stadion Stade de France, Saint-Denis
2000–01 Bayern München 1–1* Valencia Stadion San Siro, Milan
2001–02 Real Madrid 2–1 Bayer Leverkusen Stadion Hampden Park, Glasgow
2002–03 A.C. Milan 0–0* Juventus Stadion Old Trafford, Manchester
2003–04 Porto 3–0 Monaco Stadion Arena AufSchalke, Gelsenkirchen
2004–05 Liverpool 3–3* A.C. Milan Stadion Olimpiade Atatürk, Istanbul
2005–06 Barcelona 2–1 Arsenal Stadion Stade de France, Saint-Denis
2006–07 A.C. Milan 2–1 Liverpool Stadion Olimpiade, Athena
2007–08 Manchester United 1–1* Chelsea Stadion Luzhniki, Moskwa
2008–09 Barcelona 2–0 Manchester United Stadion Olimpiade, Roma
2009–10 Internazionale 2–0 Bayern München Stadion Santiago Bernabéu, Madrid
2010–11 Barcelona 3–1 Manchester United Stadion Wembley, London
2011-12 Bayern Munchen 1-1* Chelsea Stadion Allianz Arena, Munchen
Catatan
* Liverpool menang 4–2 pada adu penalti.
* Steaua Bucureşti menang 2–0 pada adu penalti.
* PSV Eindhoven menang 6–5 pada adu penalti.
* Red Star Belgrade menang 5–3 pada adu penalti.
* Juventus menang 4–2 pada adu penalti.
* Bayern München menang 5–4 pada adu penalti.
* A.C. Milan menang 3–2 pada adu penalti.
* Liverpool menang 3–2 pada adu penalti.
* Manchester United menang 6–5 pada adu penalti.
* Chelsea menang 4–3 pada adu penalti
Distribusi Juara Berdasarkan Negara
Spanyol (13 gelar juara)
Italia (12 gelar juara)
Inggris (12 gelar juara)
Jerman (6 gelar juara)
Belanda (6 gelar juara)
Portugal (4 gelar juara)
Perancis (1 gelar juara)
Rumania (1 gelar juara)
Yugoslavia (1 gelar juara)
Skotlandia (1 gelar juara)
Selasa, 24 April 2012
What I Think About Dejavu
Déjà vu(Pengucapan dalam bahasa Inggris : /ˈdeɪʒɑː ˈvuː/ (bantuan·info), bahasa Perancis : /deˈʒa ˈvyː/) adalah sebuah frasa Perancis dan artinya secara harafiah adalah "pernah lihat / pernah merasa". Maksudnya mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia dari bahasa Yunani para (παρα) yang artinya ialah "sejajar" dan mnimi (μνήμη) "ingatan".
Menurut para pakar, setidaknya 70% penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini. Hampir semua dari kita pernah mengalami apa yang dinamakan deja vu: sebuah perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh sebelumnya. Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton.
Lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan dan bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu.
Keanehan fenomena deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?
Terkait dengan Umur dan Penyakit Degeneratif yang berhubungan dengan sex
Pada awalnya anda membaca text ini, beberapa ilmuwan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical pathway delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita deja vu kronis: orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati ‘penyakit’nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.
Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai asal-usul deja vu yang sebenarnya. Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan sejumlah tikus yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus, yang berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan ingatan episodik, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi kita. Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat tanda-tanda visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra untuk dicocokkan dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai pengalaman baru dan dicatat untuk pembandingan di masa depan.
Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti manusia dalam mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa situasi. Namun, seperti yang telah diduga, tikus-tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer: kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.
Menciptakan ‘Deja Vu’ dalam Laboratorium
Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.
Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.
LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis. Hipnotis inilah yang disebut fachminisme
Menurut para pakar, setidaknya 70% penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini. Hampir semua dari kita pernah mengalami apa yang dinamakan deja vu: sebuah perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh sebelumnya. Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton.
Lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan dan bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu.
Keanehan fenomena deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?
Terkait dengan Umur dan Penyakit Degeneratif yang berhubungan dengan sex
Pada awalnya anda membaca text ini, beberapa ilmuwan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical pathway delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita deja vu kronis: orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati ‘penyakit’nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.
Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai asal-usul deja vu yang sebenarnya. Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan sejumlah tikus yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus, yang berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan ingatan episodik, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi kita. Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat tanda-tanda visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra untuk dicocokkan dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai pengalaman baru dan dicatat untuk pembandingan di masa depan.
Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti manusia dalam mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa situasi. Namun, seperti yang telah diduga, tikus-tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer: kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.
Menciptakan ‘Deja Vu’ dalam Laboratorium
Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.
Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.
LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis. Hipnotis inilah yang disebut fachminisme
Minggu, 08 April 2012
Jumat, 06 April 2012
Garbage on the Tong
Quiet, it is never silent as this. Since Tara sick, it's all so empty. Which is usually every day, she and I chat about all sorts of everyday situations, and fantasize about the chicken and the frog that had a super power, and then Super chicken and super frog was fought, although using a freak power. but it is fun it's funny. Exciting, Crowded, Buttcrack, and there are many words that can not be expressed when I was with him. Get Well Tara I miss the laughter and your smile... #B.M.E.S
Langganan:
Postingan (Atom)